Repelita Jakarta - Politikus PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean, memberikan sorotan terhadap persoalan mundurnya 160 guru Sekolah Rakyat yang belakangan ramai menjadi perbincangan.
Menurut Ferdinand, kondisi tersebut seharusnya tidak perlu terjadi apabila pemerintah mampu menerapkan tata kelola perekrutan tenaga pendidik dengan perencanaan yang matang dan menyeluruh.
Ia menilai proses seleksi guru mestinya dilakukan dengan mempertimbangkan jarak domisili calon tenaga pengajar agar tidak menimbulkan beban baru di kemudian hari.
“Mundurnya para guru yang bakal mengajar di Sekolah Rakyat seharusnya tidak perlu terjadi, kalau penataan dan rekrutmennya benar-benar dibuat dengan baik,” ujar Ferdinand pada Selasa 29 Juli 2025.
Ferdinand menambahkan bahwa perekrutan yang mengabaikan faktor geografis justru membuka celah ketimpangan, terutama bagi guru yang ditugaskan mengajar jauh dari daerah asalnya.
Menurutnya, penempatan guru idealnya disesuaikan dengan wilayah sekitar lokasi Sekolah Rakyat, bukan mendatangkan guru dari daerah jauh yang kemudian menanggung beban biaya transportasi cukup besar.
“Misalnya itu kan direkrut guru yang memang domisilinya berada di sekitar dan tidak jauh dari Sekolah Rakyat yang ada,” lanjutnya.
Ia menyayangkan jika rekrutmen tetap dilakukan tanpa seleksi jarak, karena dengan gaji yang relatif kecil, biaya perjalanan akan menyedot sebagian besar pendapatan guru.
“Kalau direkrutnya jauh dari Sekolah Rakyat, tentu ini kendala, karena gaji mereka tidak seberapa, kecil. Kalau mereka harus menghabiskan gaji untuk transportasi mereka, ini kan kekonyolan namanya,” kata Ferdinand.
Lebih jauh, Ferdinand menegaskan bahwa tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan pemerintah, bukan pada para calon guru yang akhirnya memilih mundur karena merasa tidak sanggup menanggung biaya pribadi tambahan.
“Saya pikir ini adalah kesalahan pemerintah, tidak bisa disalahkan para calon guru ini seolah-olah mereka pilih-pilih dan tidak mau kerja karena jauh. Ini kesalahan mutlak pemerintah, rekrutmen yang salah,” tegasnya.
Sebagai contoh, Ferdinand menyebut jika sebuah Sekolah Rakyat berdiri di Desa A, maka guru yang dipekerjakan seharusnya diambil dari kawasan terdekat, bukan mendatangkan orang dari luar pulau yang harus menempuh perjalanan jauh.
“Harusnya kalau Sekolah Rakyat di desa A, yang direkrut tidak jauh dari situ. Kalau bebas, terbuka di Indonesia, ada dari Kalimantan lolos, tahu-tahunya disuruh ngajar di Jawa, ini kan kendala,” sindirnya.
Ia menilai kasus ini menjadi potret lemahnya kinerja aparatur negara yang belum mampu menjalankan program perekrutan secara efektif dan berpihak pada kesejahteraan para tenaga pendidik di lapangan.
“Terlalu banyak pejabat-pejabat di pemerintah kita ini belum bisa bekerja dengan baik dan benar,” pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok