Repelita Jakarta – Wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali mencuat ke ruang publik.
Pernyataan sikap Forum Purnawirawan TNI menyoroti proses pencalonannya dalam Pemilihan Presiden 2024.
Mereka menyebut keterpilihan Gibran sebagai buah dari konsensus politik yang dipaksakan.
Selain itu, mereka menilai bahwa proses pencalonannya bertentangan dengan prinsip demokrasi yang seharusnya berlaku.
Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, mengungkapkan tiga kemungkinan dasar hukum yang dapat digunakan untuk memproses pemakzulan.
Pertama, terkait dugaan ijazah palsu yang pernah mencuat.
Kedua, dugaan keterlibatan dalam akun media sosial yang berisi konten provokatif.
Ketiga, laporan dugaan pelanggaran hukum yang pernah disampaikan oleh Ubaidilah Badrun ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Zainal menekankan bahwa proses pemakzulan harus melalui mekanisme yang sesuai dengan konstitusi.
Dimulai dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemudian Mahkamah Konstitusi, dan akhirnya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga proses hukum tetap dalam koridor konstitusional agar tidak mengulang pelanggaran yang sama seperti masa lalu.
Sementara itu, Forum Purnawirawan TNI mendesak agar MPR segera melakukan sidang untuk memutuskan pemberhentian Gibran sebagai Wakil Presiden.
Mereka menilai bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 169 Huruf Q UU Pemilu telah melanggar hukum acara Mahkamah Konstitusi dan UU Kekuasaan Kehakiman.
Namun, beberapa pihak menilai bahwa tuntutan tersebut lebih bersifat politis dan belum memiliki dasar hukum yang kuat.
Pakar hukum lainnya menyarankan agar proses ini dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan bukti yang jelas.
Mereka juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang menggunakan isu ini untuk kepentingan politik semata.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa dinamika politik di Indonesia semakin kompleks.
Masyarakat diharapkan dapat mengikuti proses ini dengan bijak dan tidak terprovokasi oleh isu-isu yang belum terbukti kebenarannya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok