
Repelita Jakarta - Radio Republik Indonesia (RRI) terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap sejumlah karyawannya akibat pemangkasan anggaran kementerian dan lembaga (K/L) yang mencapai lebih dari 50%. Salah satu karyawan RRI yang terkena dampak, seorang penyiar di Ternate, menceritakan pengalamannya melalui akun media sosialnya. Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, ia mengungkapkan rasa kesulitan dan ketidakpastian yang dihadapinya setelah bekerja selama 11 tahun di RRI.
Penyiar tersebut, yang menggunakan akun @aiinizza, menulis bahwa selama 11 tahun mengabdi, ia merasa harus “mendarat dengan landasan yang tak aman” akibat kondisi buruk yang ditimbulkan oleh kebijakan efisiensi anggaran. Ia juga mengungkapkan bahwa meskipun upah yang diterimanya tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan, rasa cinta terhadap instansi membuatnya bertahan hingga saat ini.
"Saya mengudara selama 11 tahun. Bertahun-tahun teman-teman saya mengabdi untuk negara dan memikul pekerjaan lebih banyak dibandingkan dengan upah yang kami dapat," tulisnya.
Sebagai respons terhadap keluhan tersebut, admin @gerindra memberikan tanggapan bahwa kebijakan efisiensi anggaran ini seharusnya tidak berujung pada pemangkasan PHK massal. "Harusnya tidak begini buntut dari efisiensi anggaran. Arahan Presiden untuk pengelolaan fiskal sudah jelas," jelasnya.
Admin tersebut mengutip beberapa poin arahan Presiden terkait pengelolaan fiskal yang adaptif terhadap situasi global dan nasional. Berikut adalah poin-poin yang dijelaskan:
- Identifikasi dan Penghentian Belanja Pemerintah yang Tidak Esensial, Tidak Berdampak & Bocor.
- Pemusatan Kapasitas Fiskal Pemerintah untuk Belanja Prioritas.
- Pengelolaan Fiskal yang Adaptif Terhadap Situasi Global dan Nasional.
Namun, admin juga menyoroti adanya gap yang sangat besar antara arahan Presiden dan pelaksanaan kebijakan fiskal yang ada. "Ini ada gap yang sangat besar antara arahan Presiden dan pelaksanaan," ujarnya.
"Saya bukan ASN. Saya pun akan di-PHK, jadi saya punya hak untuk berbicara di sosial media saya sendiri," lanjutnya.
Perbincangan ini semakin memunculkan kesadaran akan ketidaksesuaian antara kebijakan yang diharapkan dan implementasi yang terjadi di lapangan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok