Repelita Tangerang - Belum selesai dengan masalah pagar laut di lepas pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten, kini timbul persoalan baru terkait penimbunan sungai Kali Malang yang berada di perbatasan Desa Kronjo dan Muncung. Penimbunan ini diduga dilakukan oleh pengembang proyek PIK 2.
Sungai yang sebelumnya menjadi sumber penghidupan warga kini telah ditimbun tanah hingga rata dengan daratan. Hal ini memicu protes warga, terutama mereka yang menggantungkan hidup dari hasil sungai.
Darma, salah satu warga setempat, mengaku kecewa dengan perubahan tersebut. Saat ditemui di lokasi, ia mengungkapkan bahwa penimbunan sungai telah mengubah mata pencahariannya.
"Sudah dari pagi ini keliling belum dapat ikan. Saya juga enggak tahu ini tiba-tiba ada pasir dari sungai menggunung. Biasanya mah dapet yak, cuma sekarang kosong," keluhnya.
Penimbunan yang dilakukan secara masif membuat aliran sungai sepanjang 2-3 kilometer dengan lebar sekitar 20 meter kini menjadi rata dengan tanah. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak buruk pada ekosistem di sekitarnya.
Aliran air yang terhenti tidak hanya merusak habitat ikan, tetapi juga mengancam mata pencaharian petani tambak dan nelayan. Endang, warga lainnya, mengungkapkan bahwa dampak penimbunan ini juga dirasakan pada area tambak.
"Tanah tambak kami dibeli murah, cuma Rp35 ribu per meter. Sementara tanah biasa dihargai Rp50 ribu per meter. Harga segitu enggak sebanding sama kerugian yang kami alami," ujarnya.
Sementara itu, Gufroni, seorang pengacara yang mendampingi warga terdampak, menyebutkan bahwa pengurukan dilakukan secara diam-diam tanpa pemberitahuan.
"Aneh, pergerakan pengurukan terjadi secara senyap dan menggali kembali (akses kecil) juga terjadi diam-diam. Mengapa terlihat seperti sembunyi-sembunyi. Mari terus kita awasi dan kritisi, jangan biarkan bergerak di kegelapan dan tiba-tiba mendatangkan dampak kerugian terhadap lingkungan dan masyarakat," tegasnya.
Hingga kini, warga mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas guna menghentikan aktivitas yang dinilai merugikan lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat. (*)
Editor: Elok WA R-ID