Repelita Jakarta - Jokowi masuk daftar pemimpin korup 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). Pengumuman ini memicu perdebatan di tengah masyarakat dan menjadi sorotan internasional.
Jokowi, yang menjabat sebagai Presiden Indonesia 2014-2024, berada di urutan ketiga dalam daftar tersebut. Ia berada di bawah mantan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, dan Presiden Kenya, William Ruto. Selain itu, daftar tersebut juga mencantumkan nama Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, dan pengusaha asal India Gautam Adani.
Masuknya Jokowi dalam daftar tersebut merupakan kali pertama bagi mantan presiden Indonesia dinilai sebagai tokoh yang terkait kejahatan terorganisasi dan korupsi oleh OCCRP. Lembaga ini dikenal sebagai jaringan jurnalis investigasi yang kredibel, mengungkap berbagai kasus korupsi dan kejahatan terorganisasi di dunia.
Rilis OCCRP ini mendapat beragam tanggapan. Sejumlah pendukung Jokowi, termasuk dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpin oleh anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, meragukan kredibilitas OCCRP. Mereka menyebarkan informasi yang menyatakan bahwa nama Jokowi telah dicabut dari daftar tersebut. Bahkan, ada tuduhan bahwa mereka menekan sejumlah media untuk menghapus berita tersebut. Salah satu berita awal yang dirilis oleh CNN Indonesia pada 31 Desember 2024 kini tidak lagi dapat diakses.
Namun, OCCRP menegaskan bahwa proses seleksi dilakukan dengan transparansi. Pemimpin yang masuk daftar dipilih berdasarkan survei kualitatif global. Sebanyak 55 ribu orang berpartisipasi dalam proses seleksi, dengan 7.500 di antaranya menominasikan Jokowi. Setelah seleksi awal, penilaian dilakukan oleh juri independen yang kapabel.
Korupsi yang dituduhkan kepada Jokowi tidak hanya soal penyelewengan uang negara. Penyalahgunaan kekuasaan, nepotisme, dan pelemahan demokrasi juga dianggap sebagai bentuk korupsi. Pada Pemilu 2024, Jokowi dinilai merusak lembaga penyelenggara pemilu untuk menguntungkan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden.
Kasus ini menambah panjang kontroversi terkait pemerintahan Jokowi. Pada Pilpres 2019, tim pemenangan Jokowi menggunakan data OCCRP untuk menyerang Prabowo Subianto terkait Panama Papers. Kini, penilaian buruk dunia internasional terhadap Jokowi menjadi persoalan tersendiri bagi dirinya.
Presiden Prabowo Subianto memilih tidak membela Jokowi dalam kasus ini. Beberapa pihak bahkan mengusulkan agar Jokowi diadili melalui jalur hukum terkait tuduhan tersebut.
Isu ini terus memicu diskusi publik. Banyak yang mempertanyakan kredibilitas Jokowi sebagai pemimpin, sementara lainnya menganggap ini sebagai bentuk evaluasi terhadap kebijakan selama sepuluh tahun masa jabatannya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok