Repelita Jakarta - Ekonom INDEF Nailul Huda buka suara terkait program makan bergizi gratis (MBG) yang terus menjadi sorotan. Dari kegaduhan serangga sebagai menu MBG hingga kasus keracunan yang menimpa anak-anak usai menyantap menu tersebut, kritik terhadap pelaksanaan program ini semakin deras.
Huda menyarankan agar evaluasi rutin terhadap output dan outcome program ini dilakukan secara konsisten. Dia juga khawatir kesemerawutan yang terjadi selama ini akan kembali terulang saat pelaksanaan program pada bulan Ramadan. Menurutnya, jika Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana perlu diganti, maka hal itu sebaiknya dilakukan sebelum bulan puasa.
"Saya nilai sekarang terlalu dini untuk mencopot kepala BGN, namun harusnya di akhir bulan Februari ada evaluasi dan persiapan yang lebih matang pasca Lebaran. Bulan Ramadan seharusnya dijadikan sebagai bulan persiapan agar program dapat berjalan lebih baik ke depannya. Jika memang ada pergantian kepala BGN, waktunya lebih tepat di akhir Februari," kata Huda kepada Inilah.com di Jakarta.
Lebih lanjut, Huda menegaskan bahwa reshuffle jabatan harus didasarkan pada penilaian objektif terhadap pejabat yang bersangkutan. "Tentu reshuffle harus didasarkan pada penilaian objektif terhadap pejabat yang bertanggung jawab. Apakah tugas yang diberikan terlaksana dengan baik atau tidak, termasuk bagaimana mereka menangani masalah yang muncul," ujarnya.
Dadan Hindayana sebelumnya menuai kontroversi karena mengusulkan serangga sebagai salah satu menu MBG. Menu tersebut, katanya, akan disediakan hanya di daerah tertentu yang terbiasa mengonsumsi serangga. "Itu salah satu contoh, kalau ada daerah-daerah tertentu yang terbiasa makan seperti itu, maka bisa menjadi menu di sana," ujarnya di Hotel Bidakara Jakarta.
Selain kontroversi menu serangga, Dadan juga disorot karena pelaksanaan program MBG yang dinilai berantakan. Di tengah berbagai persoalan, ia bahkan meminta tambahan anggaran sebesar Rp100 triliun untuk menyasar 82,9 juta penerima hingga akhir tahun 2025. "Kalau tambahan itu terjadi di September, sebetulnya Rp100 triliun sudah cukup untuk memberi makan 82,9 juta penerima MBG," ujar Dadan di Jakarta.
Program MBG yang telah berjalan sejak awal Januari ternyata belum merata di seluruh sekolah. Bahkan di ibu kota Jakarta, beberapa sekolah seperti SMAN 14 Cililitan Jakarta Timur belum mendapatkan program ini meskipun lokasinya dekat dengan dapur MBG. Wakil Kepala Sekolah SMAN 14 Bidang Kehumasan, Zsa Zsa Ryana, mengatakan 756 siswa di sekolah tersebut mempertanyakan kapan sekolah mereka akan mendapatkan program MBG. Para guru pun tidak tahu alasan keterlambatan tersebut.
Di beberapa sekolah yang telah menerima program ini, masalah lain juga muncul. Sejumlah siswa SD Negeri Dukuh 03 Sukoharjo mengalami keracunan setelah menyantap menu MBG. Kepala sekolah Lilik Kurniasih menjelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 09.30 WIB, sekitar 30 menit setelah makanan datang. Anak-anak mengeluhkan bau basi dari ayam tepung yang mereka santap.
Belum lagi dugaan korupsi yang mencuat. Sumber Inilah.com menyebut adanya indikasi monopoli ompreng atau wadah makan oleh oknum BGN melalui spesifikasi yang sulit dan rinci. Selain itu, janji Badan Gizi Nasional soal pelibatan UMKM dalam program ini juga dinilai tidak terealisasi. Sebaliknya, dua restoran mewah milik Grup Sri Rejeki Isman (Sritex) yaitu Diamond dan Daegu Korean Grill justru didapuk sebagai dapur MBG untuk memasok makanan di daerah Laweyan.
Program MBG yang semula diharapkan menjadi solusi pemenuhan gizi bagi siswa sekolah kini menjadi sorotan karena berbagai permasalahan yang belum terselesaikan. Nailul Huda menekankan pentingnya perbaikan menyeluruh dan persiapan matang agar program ini benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok