Jakarta, 12 Desember 2024 – Wakil Ketua Wantim MUI, Zainut Tauhid Sa'adi, menyambut baik gagasan untuk menyelenggarakan program sertifikasi juru dakwah. Namun, ia lebih memilih istilah program penguatan kompetensi juru dakwah daripada sertifikasi, karena istilah tersebut terkesan formalistik dan penyeragaman.
Zainut menegaskan, "Saya tidak bisa membayangkan jika program sertifikasi juru dakwah diberlakukan, maka hanya juru dakwah yang memiliki sertifikat saja yang boleh berceramah. Sementara ustad dan kyai kampung yang tidak memiliki sertifikat tidak boleh berdakwah, padahal secara keilmuan mereka memiliki kemampuan."
Program penguatan kompetensi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan penceramah agama dalam berdakwah, mencakup aspek materi, metodologi, dan wawasan kebangsaan.
Materi yang disampaikan dalam program ini akan meliputi isu-isu aktual keagamaan, relasi agama dan negara, wawasan kebangsaan, moderasi beragama, literasi media digital, penanggulangan terorisme, serta strategi dakwah untuk kalangan gen Z.
Zainut menambahkan, "Substansi materi penguatan kompetensi lebih pada pengayaan wawasan dan penguatan metodologi dakwahnya."
Program ini juga diharapkan dapat mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama, toleransi, dan sikap inklusivisme dalam berdakwah.
Ia menyatakan bahwa program ini sebaiknya bersifat sukarela atau voluntary, bukan keharusan atau mandatory. Pesertanya dapat berasal dari individu atau utusan ormas Islam, majelis taklim, dan lembaga keagamaan Islam lainnya. Penyelenggara program ini dapat berasal dari Kementerian Agama, ormas Islam, lembaga keagamaan Islam, serta perguruan tinggi keagamaan Islam, baik negeri maupun swasta.
Zainut menekankan bahwa setelah mengikuti program penguatan kompetensi, pemberian sertifikat tidaklah menjadi masalah. "Jadi menurut saya, penekanannya bukan pada sertifikasinya, tetapi lebih pada penguatan kapasitas juru dakwahnya."(*)
Editor: 91224 R-ID Elok