Repelita Jakarta - Akademisi hukum tata negara Feri Amsari mengungkap dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam penyaluran bantuan sosial menjelang Pilkada 2024 melalui dokumenter Dirty Vote II yang tayang pada 20 Oktober 2025.
Dia menyebut praktik tersebut melahirkan istilah “partai coklat” atau parcok, merujuk pada dominasi kepolisian dalam pelaksanaan program bansos yang dinilai sarat kepentingan politik.
Feri menjelaskan bahwa ada empat pola utama dalam pemanfaatan dana bansos untuk kepentingan elektoral, yang seluruhnya melibatkan institusi kepolisian dari pusat hingga tingkat polsek.
Distribusi bansos dilakukan mendekati hari pemungutan suara, melibatkan struktur kepolisian secara menyeluruh, dibungkus dalam operasi bertajuk cooling system, dan disertai dengan seremonial tertentu agar tampak memiliki legitimasi.
Menurut Feri, penyebaran bansos tersebut didasarkan pada data Indeks Kerawanan Pilkada (IKP) yang diterbitkan oleh Bawaslu, dengan penentuan wilayah rawan melibatkan Sentra Gakkumdu yang terdiri dari Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan.
Dia menunjukkan peta hasil IKP yang menandai wilayah rawan dengan warna merah-hitam jika ditetapkan oleh Bawaslu dan kepolisian, serta warna hitam jika hanya ditetapkan oleh kepolisian, yang menurutnya memperluas cakupan daerah rawan.
Kepolisian kemudian menggunakan data tersebut sebagai dasar pelaksanaan cooling system, sebuah operasi yang diklaim bertujuan mencegah konflik, terutama yang berpotensi dipicu oleh isu SARA.
Namun, Feri menyoroti bahwa bentuk nyata dari operasi tersebut di lapangan justru berupa pembagian bansos, yang bukan merupakan kewenangan institusi kepolisian melainkan tugas kementerian atau dinas sosial.
Dia menyebut bahwa kegiatan pembagian bansos sebagai bagian dari cooling system berlangsung di hampir seluruh wilayah Indonesia, dengan intensitas yang meningkat menjelang hari pemungutan suara.
Dalam penelitiannya, Feri memaparkan pola pembagian bansos di tiga provinsi yaitu Banten, Kalimantan Timur, dan Jawa Tengah, yang seluruhnya menunjukkan keterlibatan aktif aparat kepolisian.
Di Banten, pembagian bansos berlangsung antara 22 hingga 25 Juni dan semakin intensif mendekati hari Pilkada, dengan keterlibatan polda dan polres di berbagai daerah.
Di Kalimantan Timur, pola serupa terjadi sejak 25 Juni, dengan partisipasi aparat kepolisian dari tingkat provinsi hingga kabupaten, dan peningkatan intensitas menjelang hari pemungutan suara.
Di Jawa Tengah, pembagian bansos dimulai lebih awal, yakni sejak 28 Maret, dan melibatkan langsung Kapolda saat itu, Irjen Ahmad Lutfi, yang kemudian mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Feri mencatat bahwa meskipun Ahmad Lutfi telah mencalonkan diri dan tidak lagi membagikan bansos secara langsung, aparat kepolisian di bawahnya tetap melanjutkan kegiatan tersebut hingga hari Pilkada.
Dia menyebut bahwa operasi cooling system di Jawa Tengah melibatkan tiga pilar yaitu kepolisian, militer, dan aparatur sipil negara, yang menunjukkan tingkat koordinasi yang tinggi dalam pelaksanaan program bansos.
Feri menutup penjelasannya dengan menyatakan bahwa ketiga daerah yang disoroti dalam penelitiannya seluruhnya dimenangkan oleh partai presiden, yaitu Partai Gerindra.
Dia juga menyinggung dukungan terbuka Presiden Prabowo terhadap pencalonan Ahmad Lutfi sebagai Gubernur Jawa Tengah, yang disampaikan langsung di kediaman Presiden Joko Widodo.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

