Repelita Jakarta - Firman Tendry Masengi menilai gelombang demonstrasi 25-28 Agustus merupakan arena pertarungan maut di antara penghuni istana yang mencoba memanfaatkan aksi rakyat untuk kepentingan politik masing-masing.
Ia menjelaskan bahwa agenda aksi demonstrasi yang beredar di berbagai platform media sosial dengan tagar 98 Reborn sengaja dimanfaatkan untuk menekan Presiden Prabowo dan memajukan skema kudeta senyap. Jejaring aktivis, mahasiswa, dan buruh memilih tidak terlibat langsung, tetapi tetap mendukung gerakan kritis yang memantau jalannya pemerintahan.
Firman menegaskan bahwa kekuatan oligarki jahat dan kapitalis birokrat memanfaatkan situasi ini untuk menegakkan kepentingan lama melalui jalur energi, media, dan intelijen. Ambisi Gibran Rakabuming Raka menjadi presiden muda menjadi proyek strategis ancien régime untuk mempertahankan dinasti dan pengaruh politik lama.
Ia menyoroti peran Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang ambigu, di satu sisi berusaha loyal kepada Presiden Prabowo, namun di sisi lain tetap menjaga kedekatan dengan jejaring lama. Ambiguitas ini membuat rencana kudeta melalui SOB (Staat van Oorlog en Beleg) tidak berjalan mulus, sehingga instrumen keadaan darurat gagal sepenuhnya digunakan untuk menyingkirkan penguasa lama dan memperkuat otoritas Presiden.
Firman menilai bahwa demonstrasi yang memuncak pada 25-28 Agustus adalah akumulasi dari kemarahan rakyat atas kebijakan lama, korupsi, dan ketidaknetralan aparat. SOB semestinya bisa menjadi jalan revolusi hukum, namun tekanan dari oligarki, manuver Gibran, dan perang intelijen antar-faksi membuat rencana tersebut terhenti.
Ia menekankan bahwa DPR menjadi target strategis, karena pengesahan UU APBN, RUU KUHAP, RUU Polri, dan UU Perampasan Aset menjadi medan pertarungan antara kepentingan rakyat dan oligarki. Aktivis 98 "Garis Waras" berupaya mencegah manipulasi aksi oleh kedua kubu yang ingin menunggangi demonstrasi untuk kepentingan politik mereka.
Firman menutup analisisnya dengan menegaskan bahwa meskipun kudeta dan SOB gagal diterapkan, pertarungan antara rakyat, Presiden Prabowo, dan oligarki terus berlangsung, dan hasilnya akan menentukan masa depan politik dan stabilitas Indonesia. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok