Repelita, Gaza - Peta Jalur Gaza kini berubah drastis setelah militer Israel disebut menguasai sekitar 50 persen dari total wilayah yang sebelumnya merupakan rumah bagi 2,4 juta penduduk Palestina.
Langkah ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Gaza sedang dijadikan tempat tidak layak huni.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada Rabu menyebutkan bahwa militer telah menciptakan zona penyangga di sekitar 30 persen wilayah Gaza dan memaksa ratusan ribu warga Palestina untuk mengungsi.
Namun, menurut perhitungan AFP berdasarkan peta resmi militer Israel, wilayah yang kini dikuasai Israel mencakup lebih dari 185 kilometer persegi.
Angka ini setara dengan 50 persen dari total luas Jalur Gaza.
Di lapangan, militer Israel membentuk zona keamanan luas di sepanjang perbatasan Gaza dengan Israel dan Mesir.
Tiga koridor militer, yakni Philadelphia, Morag, dan Netzarim, membagi Gaza menjadi beberapa bagian.
Banyak bangunan sipil di zona ini telah dihancurkan secara sistematis, ungkap laporan dari LSM Israel, Breaking the Silence.
Agnes Levallois, peneliti dari Foundation for Strategic Research, menyebut bahwa Israel tampaknya sengaja membiarkan zona penyangga tetap kosong.
Strategi Israel adalah menjadikan Gaza tidak layak untuk dihuni, katanya.
Dengan 2,4 juta penduduk yang menempati wilayah seluas 365 km persegi, Gaza telah menjadi salah satu tempat paling padat di dunia bahkan sebelum 7 Oktober 2023.
Kini, lebih dari 80 persen infrastruktur sipil hancur atau rusak.
Hampir seluruh warga Gaza telah mengungsi setidaknya satu kali.
Sebagian besar dari mereka kini tinggal di tenda-tenda, sekolah yang dijadikan tempat penampungan, atau bangunan darurat lainnya.
Pasukan Israel kini menggunakan perintah evakuasi, yang sebenarnya adalah pengusiran paksa, kata juru bicara Komisi HAM PBB, Ravina Shamdasani.
Warga dipaksa berpindah ke wilayah yang makin sempit tanpa akses memadai ke layanan penting, imbuhnya.
Beberapa tokoh sayap kanan Israel bahkan telah mengusulkan agar warga Gaza secara sukarela direlokasi ke Yordania atau Mesir.
Usulan ini pernah didukung oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang sempat menyebut ide menjadikan Gaza sebagai Riviera Timur Tengah.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok