
Repelita Jakarta - Ibukota kembali diguncang, bukan oleh gempa bumi, melainkan oleh retaknya kepercayaan publik terhadap keamanan data digital.
Kebocoran data e-SIM yang menumpahkan jutaan informasi pribadi warga ke ruang maya memicu gelombang kritik dari kalangan mahasiswa.
Perhimpunan Mahasiswa Informatika dan Komputer Nasional menuding Kementerian Komunikasi dan Digital Indonesia lalai dalam menjalankan mandat perlindungan data rakyat.
Sebagai institusi yang diberi mandat negara untuk mengelola transformasi digital, Komdigi seharusnya menjadi garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan kebocoran data, ujar Fadli, Ketua Umum Permikomnas, dalam pernyataan resminya pada Kamis, 23 Oktober 2025.
Nada kecewa terdengar jelas dalam pernyataan tersebut.
Permikomnas menilai respons Komdigi terhadap insiden kebocoran e-SIM terlalu lamban dan terkesan menutupi fakta.
Mereka mendesak agar kementerian segera melakukan audit menyeluruh terhadap sistem keamanan digital yang digunakan.
Selain itu, mereka juga meminta agar kerja sama dengan mitra penyedia layanan digital ditinjau ulang dan kebijakan perlindungan data diperbarui agar lebih ketat dan transparan.
Permikomnas mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi telah menempatkan Komdigi sebagai otoritas utama dalam pengawasan pelaksanaan perlindungan data.
Pasal 59 ayat 1 memberikan kewenangan penuh kepada menteri untuk menerima laporan pelanggaran, melakukan investigasi, hingga menjatuhkan sanksi administratif.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan ketimpangan antara kekuatan regulasi dan lemahnya pelaksanaan.
Padahal, Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2024 juga menugaskan Komdigi untuk menangani keamanan siber nasional.
Kalau hanya berhenti di teks hukum, ini tidak akan mengembalikan rasa aman warga. Komdigi harus bergerak, bukan bersembunyi di balik pasal, tegas Fadli.
Gelombang desakan tidak berhenti di situ.
Permikomnas menyatakan siap menggelar aksi lanjutan apabila tidak ada langkah konkret dari pemerintah.
Di era di mana data pribadi bernilai lebih tinggi dari emas, mahasiswa menolak untuk diam.
Bagi mereka, digitalisasi tanpa perlindungan hanyalah pintu besar menuju krisis kepercayaan nasional.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

