Repelita Jakarta - Revisi Undang-Undang TNI yang resmi disahkan oleh DPR menjadi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih menjadi sorotan di berbagai pihak.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin memastikan pengesahan tersebut bukan karena permintaan Presiden Prabowo Subianto. Ia menegaskan bahwa revisi UU ini merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dan DPR.
Meski telah disahkan, revisi ini menuai pro dan kontra, salah satunya dari mantan Sekretaris Kementerian BUMN Mohammad Said Didu. Melalui akun media sosialnya, Said Didu menilai bahwa tuntutan masyarakat terkait dengan pengadilan terhadap Jokowi dan posisi Gibran yang dianggap tidak konstitusional sebagai wakil presiden telah teralihkan oleh isu revisi UU TNI.
Selain itu, ia menyoroti sejumlah permasalahan lain seperti oligarki yang disebut-sebut melakukan penggusuran rakyat lewat proyek strategis nasional (PSN), pembangunan pagar laut di PIK 2, serta isu perjudian online.
“Akhirnya tuntutan-tuntutan: 1) adili Jokowi, 2) lengserkan fufufafa, 3) lawan oligarki, 4) penggusuran rakyat lewat PSN, 5) korupsi besar seperti Pertamina, 6) pagar laut, 7) penguasaan parcok, 8) judi online, 9) kasus PIK-2, berhasil mereka hilangkan dengan isu framing revisi UU TNI,” kata Said Didu.
Ia juga menilai bahwa pemerintah dan TNI masuk ke dalam jebakan kelompok tertentu melalui framing revisi UU TNI.
“Sepertinya pemerintah dan TNI masuk jebakan geng SOP (Solo+Oligarki+Parcok) lewat framing revisi UU TNI,” ungkapnya.
“Jika TNI sudah lemah dan dibenci rakyat lewat jebakan framing tersebut maka semua sudah selesai,” tandasnya.
Diketahui, revisi UU TNI ini telah disahkan oleh DPR pada 20 Maret 2025. Ketua DPR RI, Puan Maharani, menjelaskan bahwa dalam revisi ini terdapat sejumlah perubahan signifikan yang berkaitan dengan tugas dan masa dinas prajurit TNI.
Puan menyebutkan bahwa salah satu poin utama dalam revisi adalah perluasan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP). Jika sebelumnya terdapat 14 tugas pokok dalam OMSP, kini bertambah menjadi 16. Dua tugas tambahan itu mencakup upaya penanggulangan ancaman pertahanan siber serta perlindungan dan penyelamatan warga negara Indonesia dan kepentingan nasional di luar negeri.
Revisi ini juga mencakup perubahan aturan mengenai penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga negara. Penempatan tersebut dilakukan atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga terkait serta tetap mengikuti ketentuan administrasi yang berlaku.
Di luar 14 kementerian dan lembaga yang telah ditetapkan, prajurit TNI yang ingin menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau memasuki masa pensiun dari dinas aktif.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengusulkan agar 15 kementerian dan lembaga bisa diisi oleh prajurit TNI aktif dalam pembahasan revisi UU TNI bersama Komisi I DPR.
Dalam aturan yang masih berlaku sebelumnya, hanya ada 10 institusi yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif. Namun, dengan revisi yang telah disahkan, jumlah tersebut mengalami perubahan yang signifikan.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok