Repelita Bandung - Agenda Deklarasi Gerakan Rakyat Anti Oligarki (GRAO) di area gusuran PIK-2 Kampung Kramat Kecamatan Paku Haji Tangerang berlangsung seru, meskipun diganggu oleh preman-preman Aguan yang berusaha membubarkan acara. Emak-emak peserta deklarasi, baik dari ARM maupun lainnya, tanpa perintah langsung melawan, menghadang, dan menggagalkan upaya preman-preman tersebut.
Acara berjalan lancar hingga selesai berkat bantuan jawara dan elemen lain. Deklarasi, orasi, dan aksi berhasil diselesaikan dengan sukses. Rencana awal yang akan dilaksanakan di desa Kohod terpaksa digeser, karena preman Aguan memblokade dan menghalangi.
Peserta aksi akhirnya berkumpul di Makam Keramat Panjang, lalu melakukan long march menuju lokasi pindahan di area gusuran Kampung Kramat. Sepanjang perjalanan, masyarakat menyambut antusias dengan perlawanan dan pembelaan terhadap warga yang terzolimi, meskipun jalan Raya Cituis sempat tersendat.
Setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya dan doa, acara dimulai dengan pernyataan Deklarasi oleh DR Marwan Batubara.
Beberapa tuntutan menyertai deklarasi tersebut, antara lain meminta Presiden untuk mencabut status PSN PIK-2 dan menghentikan proyek tersebut, membentuk Pansus DPR, mengusulkan BPK untuk melakukan audit investigatif, serta Presiden harus menjamin proses hukum atas kejahatan yang dilakukan oleh Jokowi, Airlangga, Aguan, Antoni Salim, dan lainnya.
Hadir dalam acara Deklarasi GRAO, antara lain utusan khusus Sultan Banten KH Hafidz Amrullah yang didampingi Prof Jib Tb Muhibbudin Hamid, H. Abah Astari Panglima Kesultanan Banten, Ketua APP TNI Banten Abah Raden Halimun, serta beberapa ulama dan tokoh Banten yang menolak proyek PIK-2.
Deklarasi ini juga menjadi simbol perlawanan terhadap oligarki yang dianggap telah merusak kedaulatan rakyat, hukum, dan negara. PIK-2 dipandang sebagai pencaplokan wilayah yang tidak sah, bahkan penjajahan terselubung.
Beberapa tokoh yang hadir antara lain Mayjen Purn Syamsu Djalal, Mayjen Purn Soenarko, Brigjen Purn Hidayat Purnomo, KH Ahmad Shobri Lubis, DR. Abraham Samad, DR Marwan Batubara, Ustad Alfian Tanjung, dan lainnya.
PIK-2 juga mendapat sorotan tajam karena harga tanah yang dianggap sangat murah, dengan harga yang lebih rendah dari ikan teri.
Tokoh pembentukan Provinsi Banten, Udin Saparudin, menegaskan penolakan keras terhadap proyek tersebut dengan alasan apapun, termasuk harga tanah yang sangat rendah dibandingkan dengan harga ikan teri yang mencapai Rp 80 ribu per kilo.
Gerakan Rakyat Anti Oligarki (GRAO) menegaskan bahwa desakan mereka adalah untuk mencabut status PSN dan menghentikan proyek PIK-2. Mereka juga menuntut agar para pelaku pelanggaran hukum dalam proyek ini, termasuk Jokowi, Airlangga, dan Aguan-Antoni Salim, segera ditangkap dan diadili.
Patung naga raksasa di gerbang PIK-2 yang dianggap sebagai simbol penjajahan juga harus dihancurkan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok